Kementerian Kesehatan (Kemenkes) 9nagapoker telah meningkatkan upaya serta pelayanan preventif dan promotif untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Undang‑Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mendefinisikan pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan sedangkan pelayanan kesehatan preventif diartikan suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan/penyakit.
Berbagai program telah diluncurkan Kemenkes untuk menyadarkan dan menggalakkan model dan upaya ini agar berjalan sukses dan mencapai target. Salah satunya melalui program Germas atau Gerakan Masyarakat Hidup Sehat.
Namun ternyata praktek kesehatan berbasis preventif dan promotif telah lama dilakukan penduduk Indonesia. Salah satunya dengan mengeksploitasi keanekaragaman hayati berupa tumbuhan obat sebagai pendukung untuk melakukan praktek kesehatan maupun pengobatan berbasis budaya. Tumbuhan obat salah satunya itu diracik dan dibuat dalam bentuk ramuan.
Indonesia adalah negara dengan hutan tropika terbesar kedua di dunia, dan memiliki keanekaragaman tumbuhan yang tinggi sehingga dikenal sebagai salah satu dari 7 (tujuh) negara megabio-diversity. Distribusi tumbuhan berbunga yang terdapat di hutan tropis Indonesia lebih dari 30.000 jenis dan hampir 12% dari total tumbuhan berbunga di dunia sebesar 250.000 jenis. Tumbuhan yang telah dimanfaatkan mencapai 2.518 jenis (World Conservation Monitoring Center).
Ramuan yang digunakan antara lain untuk kebugaran, penambah nafsu makan, dan gejala kurang darah. Ramuan tersebut dapat dioptimalkan pemanfaatannya oleh masyarakat melalui edukasi sehingga dapat meningkatkan kesadaran dan gerakan masyarakat hidup sehat (Germas) idngoal.
Hasil Riset Tumbuhan Obat dan Jamu (RISTOJA) tahun 2017 telah mengelompokkan temuan ramuan berdasarkan indikasi penyakit. Beberapa ramuan mempunyai kegunaan untuk mengatasi keluhan yang bersifat preventif dan promotif dan dapat dikembangkan untuk menunjang program prioritas Kementerian Kesehatan. Ramuan itu antara lain ramuan ASI tidak lancar, ramuan kurang nafsu makan/anoreksia, ramuan kurang darah, ramuan kecacingan, ramuan untuk panas dalam, gangguan kebugaran, ramuan untuk pegal dan capek, ramuan demam, ramuan mencret, ramuan gangguan vitalitas, serta ramuan gangguan kesuburan.
RISTOJA 2017 dilaksanakan di 65 kabupaten (11 provinsi) mencakup 100 etnis, bekerja sama dengan dinas kesehatan provinsi di masing-masing wilayah. Provinsi yang menjadi titik pengamatan di tahun 2017 adalah Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, serta Papua.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi. Setiap tim beranggotakan 4 orang yang terdiri dari kelompok botanis (biologi, pertanian, kehutanan), kelompok antropolog (antropologi, sosiologi), dan kesehatan (dokter, apoteker, kesehatan masyarakat, perawat).
Wawancara dilakukan dengan teknik terstruktur dan bebas untuk mendapatkan informasi selengkap mungkin. Observasi/pengamatan langsung terhadap kegiatan-kegiatan informan meliputi aktivitas dalam melakukan pengobatan dan penyiapan ramuan dan pengamatan di lokasi pengambilan tumbuhan obat sebagai bahan pembuatan ramuan. Pendokumentasian dalam bentuk catatan, foto, audio, dan video (jika memungkinkan) atas semua kegiatan informan dalam melakukan pengobatan termasuk keadaan tumbuhan obat di lapangan untuk membantu identifikasi jenis tumbuhan yang digunakan
Penyehat tradisional (hattra) yang menjadi informan berjumlah 505 hattra, merupakan etnis asli di masing-masing tempat pengumpulan data. Penentuan informan dengan menggunakan metode purposive sampling berdasarkan informasi dari tokoh masyarakat adat, kepala desa, puskesmas, atau dinas kesehatan kabupaten setempat. Jumlah penyehat tradisional sebagai informan untuk masing-masing etnis sebanyak 5 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Beberapa tumbuhan obat yang banyak digunakan di lokasi atau titik pengamatan Ristoja 2017 antara lain yang digunakan sebagai ramuan sebagai berikut:
Ramuan pelancar ASI digunakan untuk “kondisi ibu menyusui dengan produksi air susu ibu tidak memadai”. Tumbuhan obat yang digunakan hattra untuk mengatasi keluhan tersebut antara lain Sauropus androgynus (L.) Merr, Musa x paradisiaca L, Carica papaya L. Artocarpus heterophyllus Lam serta Arachis hypogaea L.
Sauropus androgynus adalah tumbuhan yang paling sering ditemukan dalam ramuan pelancar ASI, berikutnya adalah M. paradisiaca dan C. papaya. Ketiga jenis tumbuh sering digunakan oleh masyarakat untuk sayuran dan buah. Tumbuhan yang lain hanya ditemukan dalam satu atau dua ramuan pelancar ASI
- Ramuan Kurang Nafsu Makan/Anoreksia
Kurang nafsu makan yang dimaksud dalam RISTOJA adalah “kondisi tidak/kurang selera makan dan badan terlalu kurus karena berbagai sebab”. Lima tumbuhan yang paling banyak digunakan dalam ramuan penambah nafsu makan/anoreksia adalah Curcuma longa L., Curcuma zanthorrhiza Roxb, Zingiber officinale Roscoe, Curcuma mangga Valeton & Zijp, Syzygium aromaticum (L.) Merr. & L.M.Perry
Definisi operasional kecacingan adalah kondisi dimana perut membesar, badan kurus dapat ditemukan cacing kremi, gelang, pita pada saluran pencernaan, cacing bisa keluar lewat muntah atau buang air besar.
Tumbuhan obat yang paling sering digunakan dalam ramuan kecacingan adalah Carica papaya (6 ramuan) dan Allium sativum (4 ramuan). Lantana camara, Leucaena leucocephala dan Wollastonia biflora masing-masing ditemukan dalam 3 ramuan.
- Ramuan untuk Panas Dalam.
Panas dalam yang dimaksud pada penelitian ini adalah rasa panas pada saluran pencernaan, nyeri saat menelan, nyeri mulai dari mulut hingga tenggorokan tanpa disertai dengan meningkatnya suhu tubuh.
Tumbuhan yang paling sering digunakan Imperata cylindrica (L.) Raeusch, Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken, Jatropha curcas L, Zingiber zerumbet (L.) Roscoe ex Sm, Annona muricata L.
Imperata cylindrica paling sering digunakan, terdapat dalam 6 ramuan, diikuti oleh Bryophyllum pinnatum dan Jatropha curcas yang masing-masing terdapat dalam 4 ramuan.
Ramuan untuk kebugaran yang dimaksud dalam penelitian ini digunakan untuk mengatasi kondisi daya tahan tubuh menurun, mudah sakit dan kelelahan. Terdapat 92
TO yang dimanfaatkan dalam ramuan ini antara lain adalah Annona muricata dan Cymbopogon citratus, masing-masing ditemukan dalam 4 ramuan, sedangkan tanaman Cymbopogon nardus, Morinda citrifolia, Psidium guajava, Syzygium aromaticum, dan Zingiber officinale terdapat dalam 3 ramuan.
- Ramuan untuk Pegal dan Capek
Definisi operasional pegal dan capek adalah kondisi dimana otot-otot terasa linu-linu atau terasa tidak nyaman, setelah aktivitas berat. Terdapat 179 TO yang dipakai dalam ramuan untuk mengatasi pegal dan capek. Tumbuhan yang paling sering digunakan adalah Urticastrum decumanum yang terdapat dalam 22 ramuan, Zingiber officinale dalam 15 ramuan, Syzygium aromaticum dalam 13 ramuan dan Piper retrofractum dalam 10 ramuan. Selain itu tumbuhan obat lain yang digunakan Curcuma longa L, Phyllanthus niruri L, Kaempferia galanga L, Morinda citrifolia L, Myristica fragrans Houtt, Physalis minima L.
- Ramuan untuk gangguan vitalitas
Hasil pengumpulan data di lapangan diperoleh ramuan yang digunakan untuk mengurangi/mengobati gangguan vitalitas. Gangguan vitalitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kondisi penurunan gairah seksual, ejakulasi dini, mani encer termasuk memperbesar ukuran alat vital.
Empat puluh jenis ramuan yang diperoleh dalam RISTOJA 2017 tersebar di 19 etnis. Terdapat 54 jenis TO yang dapat digunakan dalam ramuan gangguan vitalitas, lima jenis yang paling sering digunakan adalah Curcuma longa L, Imperata cylindrica (L) Raeusch, Lawsonia inermis L, Euphorbia glyptosperma Engelm, serta Lumnitzera littorea (Jack) Voigt.
Hasil Ristoja 2017 juga mencatat cara penggunaan ramuan paling banyak adalah secara oral (57%) dibandingkan dengan cara penggunaan yang lain yakni dengan pemakaian luar (36%) maupun dengan cara kombinasi pemakaian dalam dan luar (7%). Sedangkan lama penggunaan obat tradisional sebagian besar kurang dari satu minggu (57%) dan hanya sebagian kecil yang menyatakan penggunaannya lebih dari empat minggu (1 bulan) sejumlah 23%.
Jumlah komposisi ramuan menunjukkan bahwa ramuan tunggal menjadi yang terbanyak (58%). Ramuan yang terdiri dari 2-5 bahan penyusun lebih banyak digunakan dibandingkan dengan komposisi yang lebih dari 5 jenis tumbuhan obat. Ada satu etnis di Provinsi Kalimantan Barat yaitu Etnis Galik menggunakan satu ramuan dengan 77 bahan penyusun. (betcepat)